23 Juni 2012

Berapa Populasi Dunia Terkini..Detik ini?

Pernah ngga anda terpikir atau sekedar terlintas berapa populasi dunia terkini? Tepatnya per-detik ini saat anda membaca tulisan ini? Jujur, saya tidak pernah. Atau, tidak seingat saya. Mungkin saja kan pernah terpikir tapi ngga ingat karena tergilas urusan hidup lain yang lebih penting ;)

Seharian tadi saya terbawa arus isu Hari Populasi Dunia yang akan jatuh 11 Juli mendatang. Telusur sana sini saya terbawa ke situs Centre for Biological Diversity (Pusat Keragaman Biologis) yang punya segudang alasan kenapa isu membludaknya populasi (overpopulation) jadi isu kritis bersama penghuni planet bumi.

Saat saya baca halaman kampanye overpopulation yang berjudul "7 Billion and Counting", mata saya tertumbuk ke sisi pojok kanan atas halaman. Tepatnya ke sederet angka bergerak. Rupanya deretan angka itu adalah current world population alias perhitungan angka terkini populasi dunia. Perkembangan deret angka itu tak pernah berhenti. Mengamati pergerakan angka populasi dunia itu, pikiran saya melayang ke angka kelahiran. Tiap satu angka bertambah artinya satu manusia dibumi terlahir, pada detik itu. Dan angka itu terus bergerak. Terus menghitung. Di titik itu bulu kulit saya merinding! Kepala saya menggeleng-geleng. Di detik saya mengambil screenshot layar komputer angka menunjukkan populasi bumi per-detik itu adalah:  7,057,610,508 jiwa. 








Merinding, karena saya bayangkan di sebaran 193-250 negara dibumi ini tiap detik terjadi kelahiran manusia. Itu hanya yang tercatat. Yang tidak tercatat tentu selalu ada, entah dipemukiman terpencil yang ngga terjangkau sensus, termasuk yang di aborsi untuk alasan medis, kecelakaan, maupun kehamilan tak diinginkan. Terbayang dimata saya konsekuensi dari tiap kelahiran. Betapa berat beban bumi menanggung seluruh penghuni dari berbagai spesies, seperti saya bagi dalam tulisan sebelumnya tentang Hari Populasi Dunia bagian 1.

Jelas kita semua, manusia, harus lakukan sesuatu yang kita bisa. Harus ngapain? Banyak sekali yang bisa dilakukan, yang dibutuhkan adalah sikap bijak dan pikiran terbuka melihat persoalan regenerasi dan hasrat beranak-pinak tanpa berpikir dampaknya pada kondisi global. Masih belum dapet ide mau berbuat apa? Coba cek beberapa ide yang sudah beredar diluar sana, yang saya ikut kutip di tulisan saya sebelumnya Hari Populasi Dunia bagian 2.


Mari berbuat sesuatu sebelum bumi berontak, ia sudah terlalu sesak!

Hari Populasi Dunia?! (2/2)


Yang jelas bagi saya pribadi fenomena populasi dewasa ini mengerikan! Kenapa mengerikan? Ada banyak alasan, fakta dan data tentang ini. Salah satunya saya pilih apa yang ditulis cukup padat oleh kolumnis Brad Pfeiffer di TheSunTimes.com dalam artikelnya Thinking About Overpopulation. Ia paparkan beberapa alasan yang bikin isu ini amat serius:

1. Tiap orang yang lahir ke bumi menuntut tersedianya sumber-sumber alam yang justru terbatas.
2. Lebih banyak pohon didunia ditebang.
3. Lebih banyak mineral butuh digali.
4. Lebih banyak fosil digali dan dibakar (dalam bentuk minyak/bahan bakar).
5. Lebih banyak polusi dihasilkan.
6. Kualitas hidup akan berkurang demi beragam alasan seperti terlalu padatnya penduduk, polusi, dan kompetisi akan sumber alam terbatas.
7. Keindahan alam lenyap karena butuh area untuk dibangun perumahan, jalan, industri.
8. Spesies selain manusia menghilang sekitar 1000 kali lebih cepat sepanjang sejarah bumi.
9. Populasi manusia yg amat cepat tumbuh juga menghapus habis tumbuhan dan hewan langka diseluruh dunia, yang pada akhirnya bakal mengancam kualitas keberadaan manusia juga.
10. Populasi manusia yang membludak juga menambah masalah pemanasan global (oke saya ngerti kalo diantara anda mungkin ada yang mulai skeptis dan punya perspektif baru soal global warming), karena kita kita kehilangan es di kutub utara dengan drastis. Samudera juga punya kadar asam yang meningkat.

Terus mau gimana dong? Apa yang bisa dikerjain? Saya setuju juga dengan idenya Brad masih diartikel yang sama. Baca sendiri ya kalo mau puas :D tapi ini saya terjemahkan buat pembaca yang punya masalah dengan bahasa Inggris. Beberapa ide yang bisa kita renungkan masing-masing..

1. Berusahalah ikut mendidik generasi muda tentang KB dan problem kelebihan populasi. Catatan saya: Di Indonesia seks diluar nikah masih ditolak walau faktanya praktek seks pra nikah mulai marak--bisa dilihat dari berbagai hasil studi dikalangan pelajar/mahasiswa. Maka mungkin penekanan soal KB bisa di fokuskan ke para pasutri muda. Kalau perlu gerakan 1 anak ditegakkan secara ketat oleh pemerintah seperti di Cina. Hanya ketimbang dihiasi praktek aborsi paksa oleh petugas, mungkin lebih baik dianjurkan kuat program steril sementara bagi pasutri, kalau anak meninggal dalam usia reproduksi maka steril sementara itu bisa dibuka dan dapat mencoba hamil lagi. Didampingi juga dengan program2 penyadaran masyarakat soal overpopulasi, hak anak, dan pelurusan/reinterpretasi teks dan konteks agama tentang jumlah anak.

Sementara untuk pelajar/mahasiswa, digencarkan pendidikan seks di sekolah-sekolah, yang diberi wawasan soal overpopulasi, hak anak, dan kewajiban dan tanggung jawab orang tua. Untuk mencegah hamil diluar nikah. Kalau mereka mau dikontrol seketat apapun perlaku seks toh bisa terjadi, bahkan lebih rentan akan kehamilan tak diinginkan karena rendahnya akses akan alat konstrasepsi (kondom, dsb).

2. Berusaha mempromosikan kesetaraan perkawinan. Perkawinan sesama jenis tidak melukai siapapun, bahkan tentunya menolong problem populasi. Catatan saya: lagi-lagi ini tentu akan jadi ide dan kerja rumit di Indonesia yang masyarakatnya masih dominan relijius tradisional.

3. Tiap pihak berusaha menjaga lingkungan dan sumber-sumber alam dalam berbagai tingkatan. Contoh kecil, dengan tidak berkendaraan pribadi saat ngga ada keperluan.

Akhirnya, kesimpulan hari ini tentang isu populasi adalah, saya makin dapat penyadaran dan rasa syukur dari kemandulan saya. Mandul 'memaksa' saya melihat persoalan reproduksi anak dengan makin beragam perspektif. Mandul memperdalam wawasan dan kebijaksanaan saya melihat kemandulan itu sendiri dan kebahagiaan perkawinan. Mandul ngebantu saya melihat lebih jernih apa yang saya inginkan, apa yang mungkin saya capai. Mandul bikin hidup saya mampu melihat dua sisi perkawinan--ada dan tiada anak--dengan lebih jernih, luas, dalam, dan sama nilainya. Mandul alhamdulilah bikin hidup saya lebih hidup, perlahan tapi pasti. Mandul bikin saya dan suami lebih pasti akan apa yang kami akan usahakan capai karena kemandulan itu. Terkait Hari Populasi Dunia, saya dan suami bisa mengucap "Selamat hari populasi dunia!" sekaligus berkontribusi mengurangi populasi secara langsung :)

Selamat Hari Populasi Dunia buat anda semua. Semoga kita semua bisa beri sedikit ruang untuk berpikir betapa pentingnya isu over-populasi ini, dan akhirnya berkontribusi mendukung pemecahan masalahnya.

Salam!

Hari Populasi Dunia?! (1/2)

Eh ada ya hari peringatan populasi dunia?? Pertama liat baris kata itu reaksi spontan saya nyengir, rasanya di otak saya terlintas, "hadeuh ada-ada aja!". Itu reaksi pertama. Saya yakin itu lahir dari kondisi males mikir dan rendah eksposur pengetahuan, a.k.a penyakit males baca beberapa taun belakangan ini - terutama sejak berdomisili di Cina.

Term itu saya dapet saat jalan-jalan di Care2 Petitionsites setelah nandatangani beberapa petisi masyarakat global. Tepatnya di artikel ini bacanya: Do Something About Over-Population.

Dari situ saya tertarik karena baca punya baca ternyata ada filosofi penting banget dibalik Hari Populasi Dunia ini. Diantara anda mungkin ada yang ber-"Ya iya laaah!", karena tiap hari peringatan musti ada latar belakang dan misi penting dibaliknya. Tapi buat saya, kadang hari peringatan itu terasa mengada-ada, sudah kehilangan relevansinya terhadap kekinian, beraroma politis atau etnosentris, dsb.

Dari artikel diatas saya jadi tau Hari Populasi Dunia jatuh tanggal 11 Juli mendatang. Dari artikel itu juga saya jadi terbawa ke artikel dan situs lainnya yang relevan sama isu lonjakan populasi dunia. Masalah besarkah? Mengerikankah? Menurut saya secara obyektif iya, bahaya dan mengerikan! Tapi tentu isu ini bisa jadi amat subyektif terutama saat harus face to face sama isu agama tertentu.

Di Islam misalnya. Ada anjuran ber-anak sebanyak2nya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau bilang kira-kira, "perbanyaklah kaumku (islam), karena jumlah merekalah yang akan jadi kebanggaanku dihari akhir nanti". Umm..mohon koreksi kalau kutipan saya keliru dan dianggap bisa menyesatkan pembaca. Belum lagi ada kepercayaan bahwa "banyak anak banyak rejeki" yang dijiwai dari Al Quran (?) bahwa tiap makhluk dijamin rejekinya oleh Tuhan.

Kepercayaan yang buat saya bersumber dari kekeliruan menafsirkan teks dan konteks anjuran agama itulah yang bikin kedua orang tua saya terus reproduksi anak. Petugas KB setempat sampai 'gemas' melihat ibu saya hamil terus hingga total 10 anak, plus 2 anak tergugur sebelum lahir! Kepercayaan salah kaprah itu juga yang bikin almarhum ayah saya punya senjata 'menyemprot' petugas KB yang menyarankan mereka ber-KB. Apa senjatanya? "Anak ya anak saya, saya yang kasih makan, saya yang biayai sekolah, saya ngga minta dari pemerintah, kenapa kalian yang repot? Saya punya Tuhan, rejeki anak udah dijamin sama Tuhan!". Walaaah..kalau saya jadi petugas KB-nya saat itu, mungkin saya rekomendasikan ayah saya masuk  'wajib penataran' (instead of 'wajib militer' ala barat, haha..) khusus KB!

Melihat pemandangan umum di Indonesia, saya percaya ayah saya ngga sendiri. Ratusan juta rakyat Indonesia sangat mungkin memeluk erat kepercayaan serupa. Termasuk beberapa saudara kandung saya sendiri yang berpendidikan cukup tinggi masih memeluk erat demikian. Isu ekonomi dan jatuh bangunnya membesarkan anak lebih dilihat sebagai 'investasi' masa tua, secara ekonomi maupun cinta kasih. Entahlah apa terlintas perspektif bahwa tiap anak yang terlahir berhak mendapat perhatian dan kualitas hidup optimal..  Sejauh pengamatan saya, penderitaan, serba kekurangan, dan kesengsaraan di masyarakat relijius (islam) lebih dilihat sebagai 'ujian' dan 'hal fana/sementara'. Semua itu tidak penting, akhiratlah yang penting. Saat ini saya pilih tak terlalu jauh masuk ke area pro-kontra tentang isu tersebut. Saya sedang ingin damai-damai saja dengan dunia dan anda pembaca blog ;D

Yang jelas bagi saya pribadi fenomena populasi dewasa ini mengerikan! Kenapa mengerikan? Ada banyak alasan, fakta dan data tentang ini. Salah satunya saya pilih apa yang ditulis cukup padat oleh kolumnis Brad Pfeiffer di TheSunTimes.com dalam artikelnya Thinking About Overpopulation. Ia paparkan beberapa alasan yang bikin isu ini amat serius:

1. Tiap orang yang lahir ke bumi menuntut tersedianya sumber-sumber alam yang justru terbatas.
2. Lebih banyak pohon didunia ditebang.
3. Lebih banyak mineral butuh digali.
4. Lebih banyak fosil digali dan dibakar (dalam bentuk minyak/bahan bakar).
5. Lebih banyak polusi dihasilkan.
6. Kualitas hidup akan berkurang demi beragam alasan seperti terlalu padatnya penduduk, polusi, dan kompetisi akan sumber alam terbatas.
7. Keindahan alam lenyap karena butuh area untuk dibangun perumahan, jalan, industri.
8. Spesies selain manusia menghilang sekitar 1000 kali lebih cepat sepanjang sejarah bumi.
9. Populasi manusia yg amat cepat tumbuh juga menghapus habis tumbuhan dan hewan langka diseluruh dunia, yang pada akhirnya bakal mengancam kualitas keberadaan manusia juga.
10. Populasi manusia yang membludak juga menambah masalah pemanasan global (oke saya ngerti kalo diantara anda mungkin ada yang mulai skeptis dan punya perspektif baru soal global warming), karena kita kita kehilangan es di kutub utara dengan drastis. Samudera juga punya kadar asam yang meningkat.

Terus mau gimana dong? Apa yang bisa dikerjain? Saya setuju juga dengan idenya Brad masih diartikel yang sama. Baca sendiri ya kalo mau puas :D tapi ini saya terjemahkan buat pembaca yang punya masalah dengan bahasa Inggris. Beberapa ide yang bisa kita renungkan masing-masing..

(Bersambung..)

Mengubah Dunia Lewat Petisi (2/2)

Hari ini, saya terima email notifikasi dari Melanie Subono melalui Change.org. Isinya adalah pemberitahuan kalau petisi yang ia lemparkan ke Change.org berhasil dapat respon dari pemerintah RI. Pemberitahuan tersebut di sebar ke seluruh penandatangan petisi. Sementara petisi tersebut berisi kritisi terhadap pernyataan ceroboh ketua satgas TKI Maftuh Basyuni terhadap kasus yang menimpa Imas Tati-TKI Indonesia. Petisi itu juga menuntut permintaan maaf dari MB. Walau permintaan maaf bukan datang dari MB langsung, paling tidak disitu terlihat kekuatan gerakan petisi online; tekanan sosial bagi pemegang kekuasaan politik.

Berikut saya copy paste isi email (publik) tersebut..berharap bisa menggerakkan anda yang belum pernah mendukung petisi.. Silahkan dihayati.. :)
---------------------------------------


Kita berhasil!


Apa yang saya mulai setelah ketemu Mbak Imas Tati dengan ketidakpercayaan diri, ternyataberujung sangat cantik, dan tepat di hari peringatan satu tahunnya Ruyati, TKI yang dihukum mati.
Setelah dihajar ribuan email, (setiap tandatangan artinya satu email terkirim ke Presiden SBY dan Jubir Satgas TKI), diliput media (Kompas, Media Indonesia, Detikcom, dan lainnya), dan tersebarnya petisi di Facebook dan Twitter, mereka pun mengakui kesalahan mereka. Ini katanya:
Atas nama Satgas TKI, kami minta maaf bila ada tenaga kerja Indonesia yang merasa tidak bisa menerima ucapan tersebut. Tidak ada maksud dari Ketua Satgas untuk merendahkan tenaga kerja wanita Indonesia dan menggeneralisir kalau TKW Indonesia berkelakuan tidak baik”
Terima kasih banget untuk kamu yang sudah tandatangan petisi ini sampai 5200! Ada yang bilang, apalah arti 1 tandatangan? Jelas 5200 tidak akan bisa terkumpul tanpa satu per satu tandatangan.
Sahabat, mungkin ada yang tidak puas karena statement tidak dikeluarkan langsung oleh ketua satgas, Bapak Maftuh Basyuni. But you know what? Untuk saya, itu sudah cukup baik.
Bukan sekali dua kali saya menulis protes, dan percayalah ini pertama kalinya, pihak yang dituju berhati besar mengakui kesalahannya. Untuk itu saya berterima kasihpada Satgas TKI.
Perjuangan kita tak berakhir di sini. Sahabat bisa gabung membela TKI kita bareng Migrant Care (@migrantcare). Atau bisa memulai petisi serupa di Change.org.
Semoga dengan ini kita belajar menjaga mulut. Siapa pun kita, apa pun jabatannya, berapa pun uangnya, kita tetap manusia, sama di mata Tuhan dan tak berhak merendahkan sesama.
I love you all…
Semoga ini menjadi warna baru untuk Mba Imas, dan entah berapa banyak pekerja di luar sana.
 Love, Respect!
Melanie Subono




Mengubah Dunia Lewat Petisi (1/2)

Belakangan ini saya makin semangat berpetisi. Saya suka ide dan konsep berpetisi untuk mendukung perubahan tanpa batas negara/bahasa/primordial/kepentingan sempit kelompok partai politik. Cukup berbekal: kesadaran dan solidaritas global. Ide dan konsep itulah yang sedang saya hidupkan dalam keseharian 2 tahun belakangan. Rasanya makin dijalani, makin optimis pula saya kalau kehidupan akan lebih baik kedepan :D

Ngapain sih berpetisi segala?! :) ..Makin kesini, makin terasa pula hidup berjalan amat cepat. Baru kemarin rasanya nikmatin usia belasan tahun, tiba-tiba hari ini saya sudah 34 tahun. Akhirnya saya sadari, hidup terlalu singkat buat dihabisin (hanya) untuk rutinitas dan target-target pribadi atau keluarga.

Diluar sana, ada banyak sekali suara teriakan minta tolong. Minta tolong untuk sesuatu yang amat beragam dan esensial. Kelaparan, pelanggaran HAM, penyalahgunaan kekuasaan, perusakan lingkungan, penyelamatan binatang, berbagai bentuk perjuangan hak dan kepentingan publik, dan ragam lainnya.

Berbagai teriakan itu datang dari luar rumah, luar negeri domisili, luar tanah air, luar pulau, luar benua. Persoalan kemanusiaan adalah milik manusia, dimanapun kita ada. Kalau saya bisa luangkan waktu dan perhatian berjam-jam kongkow di facebook, berselancar di dunia blog, menjelajah dunia lewat berita, menikmati berjam-jam men-download dan nonton film atau musik hiburan, kenapa juga ngga saya sisihkan waktu beberapa menit untuk 'menyumbang' suara demi perubahan diluar sana, diluar rumah kita? Perubahan bermakna, dan perjuangan yang mengubah hidup banyak orang, bahkan mungkin termasuk hidup kita sendiri. Langsung maupun ngga langsung. Bukan ngga mungkin satu saat, kita lah yang butuh suara orang-orang diluar sana. Untuk apapun kasus pelik yang kita hadapi dikemudian hari. 

Sejauh ini, saya berusaha konsisten menandatangani minimal 2-5 petisi elektronik dalam seminggu. Situs-situs sumber petisi saya sejauh ini adalah Change.org dan Care2 petitionsite. Kadang diserang rasa malas, senjata ampuh saya adalah menggaungkan apa yang saya tulis diatas, sambil memaksa diri untuk paling tidak membuka 1 email notifikasi berisi petisi yang sedang beredar. Dari situ biasanya energi positif bergulung membesar, ngga terasa 1-5 petisi pun tertandatangani :D 

Itu diluar fakta bahwa wawasan dan pengetahuan jadi bertambah. Saya sering tercengang, dengan melihat berbagai petisi yang beredar kita jadi tahu banyak sekali masalah didunia ini. Masalah-masalah yang seringkali ngga pernah terpikir bahkan sekedar terlintas di benak saya sebelumnya. Proses berbudaya sering terasa menakjubkan!

Hari ini, saya terima email notifikasi dari Melanie Subono melalui Change.org. Isinya adalah pemberitahuan kalau petisi yang ia lemparkan ke Change.org berhasil dapat respon dari pemerintah RI. Pemberitahuan tersebut di sebar ke seluruh penandatangan petisi. Sementara petisi tersebut berisi kritisi terhadap pernyataan ceroboh ketua satgas TKI Maftuh Basyuni terhadap kasus yang menimpa Imas Tati-TKI Indonesia. Petisi itu juga menuntut permintaan maaf dari MB. Walau permintaan maaf bukan datang dari MB langsung, paling tidak disitu terlihat kekuatan gerakan petisi online; tekanan sosial bagi pemegang kekuasaan politik.


Gimana dengan anda sendiri.. Situs petisi apa yang konsisten diikuti, dan apa alasan memilih situs tersebut? Pernah ngga bikin petisi sendiri disana? Kalau belum pernah mendukung petisi sama sekali, kenapa demikian? Mulai terpikir ngga untuk coba memulai bentuk dukungan sosial macam itu? Saya pingin dengar cerita dan pengalaman anda sendiri.. :)

22 Juni 2012

Message From Lila

We sometimes forget
Life is beautiful, fun, and free
Nothing should change it
Being life is a gift, yet..
Being free is a choice
Being free is an effort
Like Lila taught us.

Being spayed..
doesn't stop her life,
doesn't erase her curiosity,
doesn't kill her excitement,
only help her contributing to a better life of the pet world,
avoiding the over-populated pet.
What us, human, should learn from. Really.

moving, walking, running..
always are endless joy!
looking, smelling, jumping, scratching, mouthing..
never done without excitement!
playful face, puppy eyes, funny behaviors..
all are never without cheer!

in and out of home..
each time is about playing,
each moment is about having fun,
each minute is about enjoying all energy,
each chances is about set yourself free!

Her life is about two..
have fun, be free.

Having fun should be unconditional.
Being free should never be conditional.
Like Lila taught us.

Copyright @ Aktifistri. 
Xi'an, June 23, 2012. 
To Lila our puppy love! 
Thanks to my beloved JKP for our after-bed conversations, was really awakening and inspiring! 



In Half-Emptiness


The Emptiness..
Mine is part of liberating process
Of a life journey facing the mess
By creating and living the awareness
Not as what commonly understood in west - negativeness
Nor as what many eastern believed - achievement and greatness
Yet, mine and theirs share likeness
It's all about path of happiness

In half-empty..
Desiderata helped me
To see life ain't a misery
God shall not be issue of agony
I thank Ehrmann a bunch. And hubby.  
For making my heart able to see
What it wasn't able to be seen
For setting my mind free
From what stopped it to be 

In immense confusion 
I felt great finding
In the torment of journey
I felt uplifted by reading 
The last paragraph of Desiderata

On the ride of half-emptiness
I feel more peace to kneel and ask
"The Force, The Nature, The Universe, God, or whatever you're called...
Show a miracle, would you?"


Copyright @ Aktifistri. March 19th, 2012


Note: 
Last paragraph of Desiderata; 
"Therefore be at peace with God, 
whatever you conceive Him to be, 
and whatever your labors and aspirations, 
in the noisy confusion of life keep peace with your soul. 
With all its sham, drudgery, and broken dreams, it is still a beautiful world."